Kapan Gunung Merapi Meletus?
Sabtu, 23 Oktober 2010 | 08:32 WIB
KOMPAS/RADITYA MAHENDRA YASA
Sejumlah perempuan berkumpul di sebuah jalan Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Jumat (22/10/2010). Status siaga Merapi yang diberlakukan belum mengubah sepenuhnya aktivitas warga sehari-hari yang tinggal di sekitar daerah rawan bencana walaupun sering mendengar suara gemuruh dari guguran material. TERKAIT:
SLEMAN, KOMPAS.com - Kepala Pusat Vulkonologi Mitigasi Bencana Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Surono menegeaskan, kondisi Gunung Merapi saat ini tidak akan kembali ke posisi semula atau telah mencapai Merapi Masuk Kondisi "Point of No Return".
"Jika melihat perubahan yang terjadi sejak September hingga saat ini, diperkirakan Gunung Merapi sudah mencapai kondisi ’point of no return’, artinya tak akan kembali lagi ke keadaan semula," katanya saat sosialisasi di Balai Desa Kepuharjo, Cangkringan, Sleman, Jumat (22/10/2010). Namun, katanya, dengan kondisi seperti ini apakah Gunung Merapi akan segera meletus atau tidak hanya Gunung Merapi sendiri yang tahu.
"Kalau kapan atau waktu persis meletus hanya Gunung Merapi sendiri yang tahu," ucapnya.
Ia mengatakan, dengan peningkatan status Gunung Merapi dari waspada ke siaga maka untuk penanganan aktivitas Gunung Merapi ini langsung diambil alih Pusat Vulkonologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).
"Sesuai dengan SOP yang ada sejak Gunung Merapi ditingkatkan statusnya dari waspada menjadi siaga maka tugas pengawasan terhadap gunung ini sekarang menjadi tanggung jawab PVMBG," paparnya.
Ia mengatakan, gempa-gempa yang terjadi di Merapi saat ini lebih besar daripada yang terjadi pada 2006."Saat ini aktivitas Gunung Merapi sudah meningkat lebih dari 500 persen," ujarnya mengungkapkan.
Surono menjelaskan, pada 20 Oktober 2010 atau sehari sebelum gunung ini dinaikkan statusnya menjadi siaga, tercatat telah terjadi 479 kali kejadian gempa ’multiphase’, gempa vulkanik dalam dan dangkal total 39 kejadian dan terjadinya guguran 29 kali.
"Ciri-ciri lainnya yakni kandungan air dan gas Merapi sudah sangat berkurang, artinya kondisinya sudah panas sekali. Suhu terakhir yang kita catat di kawasan Woro, pada 20 Oktober mencapai 587 derajat Celcius," katanya.
Ia mengemukakan, untuk letusan, skenarionya seperti sampai saat ini pihaknya masih belum bisa memastikannya.
"Kami berharap letusan kali ini tidak terlalu eksplosif, karena bila ekplosif akan terlalu berbahaya," katanya.
Menurut dia, melihat kondisi di lapangan dimana masyarakar sekitar lereng Merapi yang sudah terbiasa menghadapi kemungkinan bencana seperti ini, pihaknya tidak terlalu khawatir.
"Masyarakat sudah disiapkan dan di antara mereka juga sudah menjalani latihan-latihan untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan buruk yang terjadi," tuturnya.
"Jika melihat perubahan yang terjadi sejak September hingga saat ini, diperkirakan Gunung Merapi sudah mencapai kondisi ’point of no return’, artinya tak akan kembali lagi ke keadaan semula," katanya saat sosialisasi di Balai Desa Kepuharjo, Cangkringan, Sleman, Jumat (22/10/2010). Namun, katanya, dengan kondisi seperti ini apakah Gunung Merapi akan segera meletus atau tidak hanya Gunung Merapi sendiri yang tahu.
"Kalau kapan atau waktu persis meletus hanya Gunung Merapi sendiri yang tahu," ucapnya.
Ia mengatakan, dengan peningkatan status Gunung Merapi dari waspada ke siaga maka untuk penanganan aktivitas Gunung Merapi ini langsung diambil alih Pusat Vulkonologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).
"Sesuai dengan SOP yang ada sejak Gunung Merapi ditingkatkan statusnya dari waspada menjadi siaga maka tugas pengawasan terhadap gunung ini sekarang menjadi tanggung jawab PVMBG," paparnya.
Ia mengatakan, gempa-gempa yang terjadi di Merapi saat ini lebih besar daripada yang terjadi pada 2006."Saat ini aktivitas Gunung Merapi sudah meningkat lebih dari 500 persen," ujarnya mengungkapkan.
Surono menjelaskan, pada 20 Oktober 2010 atau sehari sebelum gunung ini dinaikkan statusnya menjadi siaga, tercatat telah terjadi 479 kali kejadian gempa ’multiphase’, gempa vulkanik dalam dan dangkal total 39 kejadian dan terjadinya guguran 29 kali.
"Ciri-ciri lainnya yakni kandungan air dan gas Merapi sudah sangat berkurang, artinya kondisinya sudah panas sekali. Suhu terakhir yang kita catat di kawasan Woro, pada 20 Oktober mencapai 587 derajat Celcius," katanya.
Ia mengemukakan, untuk letusan, skenarionya seperti sampai saat ini pihaknya masih belum bisa memastikannya.
"Kami berharap letusan kali ini tidak terlalu eksplosif, karena bila ekplosif akan terlalu berbahaya," katanya.
Menurut dia, melihat kondisi di lapangan dimana masyarakar sekitar lereng Merapi yang sudah terbiasa menghadapi kemungkinan bencana seperti ini, pihaknya tidak terlalu khawatir.
"Masyarakat sudah disiapkan dan di antara mereka juga sudah menjalani latihan-latihan untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan buruk yang terjadi," tuturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar